Hidup Sederhana


Agama Islam menganjurkan agar umatnya sentiasa hidup sederhana dalam semua tindakan, sikap dan amal. Islam adalah agama yang berteraskan nilai kesederhanaan yang tinggi. Kesederhanaan adalah satu ciri yang umum bagi Islam dan salah satu perwatakan utama yang membedakan dari umat yang lain. Ini selaras dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 143: yang artinya:
“Dan demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.”
Atas prinsip inilah, maka umat Islam yang sejati merupakan umat yang adil dan sederhana. Merekalah yang akan menjadi saksi di dunia dan di akhirat di atas setiap penyelewengan, penindasan serta penyimpangan ke kanan maupun ke kiri dari jalan pertengahan yang lurus.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi: yang artinya :
“ Sebaik-baik perkara ialah yang paling sederhana”
Kesederhanaan adalah budaya yang telah diterapkan oleh Rasulullah S.A.W. Budaya sederhana dan sentiasa mendaulatkan prinsip keadilan serta kemanusiaan inilah yang membentuk generasi Islam yang begitu mantap dan berkualitas. Generasi yang dididik oleh Nabi Muhammad S.A.Wdengan ciri kesederhanaan dan penghayatan memahami Islam yang sejati berlandaskan cahaya al-Quran itulah yang akhirnya berhasil mengangkat panji-panji Islam ke seluruh dunia.
Rasulullah SAW dan Nabi-nabi yang lain menyukai hidup sederhana dan wajar. Beliau menikmati ketenangan hidup secara sederhana bukan berlebih-lebihan dan berfoya-foya. Beliau hidup sederhana di segala urusannya sehari-hari baik itu dari segi makanan, berpakaian dan juga apa yang ada padanya. Beliau mencontohkan hidup yang baik pada umatnya dan bahkan penasehat mereka untuk hidup sederhana dan menahan diri dari hidup yang berpoya-poya. Dalam hadis-Nya Rasulullah mengajarkan pada umat-Nya untuk hidup sederhana.
“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana”.[1]
“Barang yang sedikit tetapi cukup (untuk memenuhi kebutuhan hidup) adalah lebih baik daripada banyak (tetapi menjadikan mereka lupa diri) dan menyesatkanya (dari jalan hidup yang sederhana”.[2]
Al-Quran mengajak untuk hidup sederhana, menurut Al-Quran jalan yang terbaik adalah jalan tengah.sebagaimana firman Allah swt:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.. ( Al Furqaan: 67)
Meskipun Rasulullah mempunyai sumber kekayaan yang banyak, beliau tetap hidup secara sederhana yaitu berdasarkan keperluan-keperluan yang sederhana saja. Ini adalah suatu keteladanan yang sangat berharga untuk dicontoh dan diikuti. Bahkan keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.
Anjuran Nabi ini tidak hanya terbatas pada pakaian saja tapi juga mencakup sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Begitu juga Allah melarang menjerat leher karena terlalu hemat sebagaimana dia melarang hambanya untuk hidup boros dan berpoya-poya, karena kedua sikap ini bertentangan dengan hidup sederhana.

Firman Allah SWT:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu,” (QS al-Hadid:20).
Kebahagiaan hakiki bukanlah di dunia. Tak apa bersakit di dunia, jika bisa menuai kebaikan di surga. Karena itu, jiwa, hati dan pikiran seorang Mukmin selalu bertaut dengan akhirat, dan terus bekerja untuk menjadikan kehidupan dunianya sebagai tiket menuju surga.
Sejalan dengan ini, ada seorang ahli hikmah yang berkata :
“sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan dunia terdiri atas tiga bagian; sebagian gabi mukmunin; sebagian bagi orang munafik; sebagian lagi bagi orang Kafir. Maka orang mukmin menyiapkan perbekalan, orang munafik menjadikannya perhiasan, dan orang Kafir menjadikannya tempat bersenang-senang.”[3]
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki[4]; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu[5]; maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya,” (QS al-Mukminun:1-11).

Kehidupan Rasulullah SAW

Nabi Muhammad Rasulullah saw selama hidupnya adalah seorang pribadi sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tak terbersit pun dalam diri beliau memanfaatkannya untuk memiliki harta yang berlimpah. Kesederhanaan Rasulullah saw tidak sebatas pada sikap beliau yang memang sangat sederhana, tetapi juga pada apa yang dimilikinya. Hal itu beliau tampakkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Rasulullah saw bersabda,”Tiada hak bagi seorang anak Adam dalam semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju yang menutup auratnya, roti kering dan air.” (Tarmidzi);
Ibnu Abbas menceritakan bahwa terkadang Rasulullah s.a.w beserta keluarganya tidak makan beberapa malam, karena tidak ada yang akan dimakannya dan kebanyakan makanan mereka terdiri dari roti dan tepung gandum. (Tarmidzi).
Orang yang sederhana dalam penampilan dan gaya hidup kesehariannya merupakan titik tolak kesadaran tinggi hidup bersosial. Dengan demikian, sikap atau gaya hidup berlebihan, glamor, dan sombong adalah lawan yang harus dimusnahkan dalam sikap hidup keseharian seseorang. Karena orang yang suka berlebih-lebihan merupakan tanda sikap individualistik, yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan nasib orang lain di sekitarnya.Gaya hidup berlebih-lebihan inilah yang sering Allah SWT kecam dalam Alquran. Karena sikap ini adalah awal bencana dalam kehidupan sosial. Jika dalam diri seseorang telah tertanam ambisi untuk memperkaya diri sendiri, ia akan sangat mudah terseret untuk menghalalkan segala cara demi meraih apa yang ia cita-citakan. Dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan sosial. Dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar. Orang akan makin asyik dengan perilaku negatif yang dilakukannya. Akhirnya, jika gaya hidup berlebih-lebihan terus dipupuk, lambat laun ia akan menjadi budaya yang berakar kuat dan sulit dicerabut. Rasulullah SAW adalah satu teladan mulia yang memperlihatkan sikap sederhana. Meskipun beliau memiliki kedudukan terpandang di masyarakat Arab kala itu, beliau sama sekali tidak berobsesi dan berkeinginan untuk memamerkan kedudukannya. Rumah beliau sangat sederhana, alas tidur pun hanya pelepah daun kurma yang membekas di pipi beliau setiap kali bangun tidur. Sikap hidup sederhana ini pulalah yang dibudayakan oleh para khalifah sepeninggal Nabi SAW.

“Bahwa sesungguhnya pada pribadi kehidupan Rasululah SAW adalah contoh teladan yang baik bagimu, bagi orang mengharap kerelaan Allah dan keselamatan hari akhirat.”[6]
Lantas bagaimana dengan para pemimpin kita yang Muslim. Kebanyakan mereka mengaku sahabat orang kecil (miskin), mau membantu dan mengangkat derajat kehidupan rakyat kebanyakan. Jumlah harta mereka, kalau kita baca, dengar dan lihat di berbagai media massa, semuanya dalam bilangan milyar. Namun adakah di antara mereka yang mau mengeluarkan milyaran rupiah tersebut untuk kepentingan fakir. Seperti Khalifah Umar bin Khaththab yang memanggul sekarung gandum untuk rakyatnya yang sangat membutuhkan. Ia memilih hidup dalam sebuah gubuk, sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan besar. Makan / minum 2/3 perut

Akibat buruk orang yang tidak seimbang dalam makan minumnya akan menimpa tubuh dan badan orang tersebut. Seorang muslim dalam makan dan minumnya dituntut untuk melaksanakan aturan yang telah Allah tentukan.
Pertama : tidak boleh berlebih-lebihan.

…….“ Makan, minumlah, dan jangan berlebih-lebihan[7], Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raf [7] : 31).
Kedua : tidak boleh makan dan minum sesuatu yang membahayakan dirinya, apalagi yang haram.
Ketiga : hendaklah makan dan minum dengan seimbang.

Rasulullah SAW bersabda :
عن أبي كريمة المقدار بن معديكرب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول : ما ملا ادمي وعاء شرا من بطنه بحسب ابن ادم لقيمات يقمن صلبه, فإن كان لا محالة, فثلث لطعامه, و ثلث لشرابه وثلث لنفسه. رواه الترمذي وابن مجة وابن حبان.
“ tidaklah seorang anak Adam dapat memenuhi suatu wadah dengan kejelekan kecuali perutnya. Cukuplah bagi anak Adam suapan makanan yang memuat tulang punggungnya tegak. Jika tidak dapat mengalahkan nafsunya maka sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya”.(HSR Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).[8]
Arti dari makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya yaitu makanan dan minuman yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh kita, seperti mengandung protein dan vitamin. Hal ini menuntut kita untuk menyeleksi jenis makanan yang dibutuhkan. Disamping itu, perlu diperhatikan juga makanan dan minuman yang harganya lumrah dan terjangkau oleh daya beli kita, tetapi layak untuk dimakan dan tidak membahayakan kita, baik dalam urusan ukhrowi maupun duniawi. Memanjakan nafsu perut dicela oleh Islam.

Dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda :
وعن النبي عليه الصلاة والسلام-أنه قال : “ثلاثة يبغضهم الله تعال من غير جرم الاكول والبخيل والمتكبر.
“ tiga golongan manusia yang sangat dibenci Allah Ta’ala tanpa berbuat dosa, yaitu orang yang banyak makan, orang bakhil (kikir), dan orang sombong”.
Adapun cara mengurangi makan adalah dengan merenungkan manfaat dan pentingnya makan sedikit yaitu: menjaga kesehatan tubuh, dapat memelihara diri (menghindari) barang yang haram dan sifat tamak.

Nilai hidup sederhana adalah nilai hidup yang menganggap bahwa kebutuhan hidup anda dapat terpenuhi dengan pemenuh kebutuhan hidup yang “standar”. Yang dimaksud standar di sini adalah yang layak dengan mengenyampingkan prestise.
Langkah yang kedua yang harus anda lakukan adalah membuat nilai hidup sederhana yang telah tertanam dalam hati anda menjadi suatu sikap yang anda anut. Sikap adalah suatu reaksi spontan diri kita apabila kita dihadapkan pada suatu kondisi atau suatu situasi. Tanda yang dapat anda rasakan apabila nilai hidup sederhana sudah menjadi sikap hidup anda adalah apabila anda merasakan ada yang salah apabila anda melihat pemborosan, ketidakefisienan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan nilai hidup sederhana
.Langkah terakhir yang harus anda lakukan adalah membuat sikap hidup sederhana menjadi perilaku anda sehari-hari. Jika sikap hidup sederhana sudah menjadi perilaku anda sehari hari maka lama kelamaan hidup sederhana akan menjadi budaya hidup anda.

Dalam kehidupan dunia yang cenderung semakin materialistis ini, sikap sederhana adalah sesuatu yang langka. Banyak orang cenderung mempertontonkan kemewahan dan berlebihan dengan apa yang mereka miliki. Banyak orang merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka berlomba-lomba menumpuk harta dan kekayaan. Mereka seakan tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki. Ketika mereka telah diberikan oleh Allah kendaraan berupa motor, mereka ingin memiliki mobil. Ketika sudah terpenuhi, mereka berusaha memiliki mobil yang lebih mewah. Begitu pula ketika Allah telah memberinya rizki berupa rumah, banyak orang cenderung ingin memiliki rumah lebih mewah lagi. Orang-orang seperti itu adalah orang yang tidak tau akan arti hidup sebenrnya. Mungkin merika disebabkan kebodohan merika sendiri yang terjerat hawa nafsu, harta yang dimiliki yang seharusnya dijadikan sebagai serana untuk meraih kebahagiaan akhirat malah dijadikan sebagai pelempiasan hawa nafsu.
Agama Islam menganjurkan agar umatnya sentiasa hidup sederhana dalam semua tindakan, sikap dan amal. Islam adalah agama yang berteraskan nilai kesederhanaan yang tinggi. Kesederhanaan adalah satu ciri yang umum bagi Islam dan salah satu perwatakan utama yang membedakan dari umat yang lain. Ini selaras dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 143: yang artinya:
“Dan demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.”
Atas prinsip inilah, maka umat Islam yang sejati merupakan umat yang adil dan sederhana. Merekalah yang akan menjadi saksi di dunia dan di akhirat di atas setiap penyelewengan, penindasan serta penyimpangan ke kanan maupun ke kiri dari jalan pertengahan yang lurus.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi: yang artinya :
“ Sebaik-baik perkara ialah yang paling sederhana”
Kesederhanaan adalah budaya yang telah diterapkan oleh Rasulullah S.A.W. Budaya sederhana dan sentiasa mendaulatkan prinsip keadilan serta kemanusiaan inilah yang membentuk generasi Islam yang begitu mantap dan berkualitas. Generasi yang dididik oleh Nabi Muhammad S.A.Wdengan ciri kesederhanaan dan penghayatan memahami Islam yang sejati berlandaskan cahaya al-Quran itulah yang akhirnya berhasil mengangkat panji-panji Islam ke seluruh dunia.
Rasulullah SAW dan Nabi-nabi yang lain menyukai hidup sederhana dan wajar. Beliau menikmati ketenangan hidup secara sederhana bukan berlebih-lebihan dan berfoya-foya. Beliau hidup sederhana di segala urusannya sehari-hari baik itu dari segi makanan, berpakaian dan juga apa yang ada padanya. Beliau mencontohkan hidup yang baik pada umatnya dan bahkan penasehat mereka untuk hidup sederhana dan menahan diri dari hidup yang berpoya-poya. Dalam hadis-Nya Rasulullah mengajarkan pada umat-Nya untuk hidup sederhana.
“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana”.[1]
“Barang yang sedikit tetapi cukup (untuk memenuhi kebutuhan hidup) adalah lebih baik daripada banyak (tetapi menjadikan mereka lupa diri) dan menyesatkanya (dari jalan hidup yang sederhana”.[2]
Al-Quran mengajak untuk hidup sederhana, menurut Al-Quran jalan yang terbaik adalah jalan tengah.sebagaimana firman Allah swt:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.. ( Al Furqaan: 67)
Meskipun Rasulullah mempunyai sumber kekayaan yang banyak, beliau tetap hidup secara sederhana yaitu berdasarkan keperluan-keperluan yang sederhana saja. Ini adalah suatu keteladanan yang sangat berharga untuk dicontoh dan diikuti. Bahkan keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.
Anjuran Nabi ini tidak hanya terbatas pada pakaian saja tapi juga mencakup sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Begitu juga Allah melarang menjerat leher karena terlalu hemat sebagaimana dia melarang hambanya untuk hidup boros dan berpoya-poya, karena kedua sikap ini bertentangan dengan hidup sederhana.

Firman Allah SWT:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu,” (QS al-Hadid:20).
Kebahagiaan hakiki bukanlah di dunia. Tak apa bersakit di dunia, jika bisa menuai kebaikan di surga. Karena itu, jiwa, hati dan pikiran seorang Mukmin selalu bertaut dengan akhirat, dan terus bekerja untuk menjadikan kehidupan dunianya sebagai tiket menuju surga.
Sejalan dengan ini, ada seorang ahli hikmah yang berkata :
“sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan dunia terdiri atas tiga bagian; sebagian gabi mukmunin; sebagian bagi orang munafik; sebagian lagi bagi orang Kafir. Maka orang mukmin menyiapkan perbekalan, orang munafik menjadikannya perhiasan, dan orang Kafir menjadikannya tempat bersenang-senang.”[3]
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki[4]; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu[5]; maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya,” (QS al-Mukminun:1-11).

Kehidupan Rasulullah SAW

Nabi Muhammad Rasulullah saw selama hidupnya adalah seorang pribadi sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tak terbersit pun dalam diri beliau memanfaatkannya untuk memiliki harta yang berlimpah. Kesederhanaan Rasulullah saw tidak sebatas pada sikap beliau yang memang sangat sederhana, tetapi juga pada apa yang dimilikinya. Hal itu beliau tampakkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Rasulullah saw bersabda,”Tiada hak bagi seorang anak Adam dalam semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju yang menutup auratnya, roti kering dan air.” (Tarmidzi);
Ibnu Abbas menceritakan bahwa terkadang Rasulullah s.a.w beserta keluarganya tidak makan beberapa malam, karena tidak ada yang akan dimakannya dan kebanyakan makanan mereka terdiri dari roti dan tepung gandum. (Tarmidzi).
Orang yang sederhana dalam penampilan dan gaya hidup kesehariannya merupakan titik tolak kesadaran tinggi hidup bersosial. Dengan demikian, sikap atau gaya hidup berlebihan, glamor, dan sombong adalah lawan yang harus dimusnahkan dalam sikap hidup keseharian seseorang. Karena orang yang suka berlebih-lebihan merupakan tanda sikap individualistik, yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan nasib orang lain di sekitarnya.Gaya hidup berlebih-lebihan inilah yang sering Allah SWT kecam dalam Alquran. Karena sikap ini adalah awal bencana dalam kehidupan sosial. Jika dalam diri seseorang telah tertanam ambisi untuk memperkaya diri sendiri, ia akan sangat mudah terseret untuk menghalalkan segala cara demi meraih apa yang ia cita-citakan. Dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan sosial. Dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar. Orang akan makin asyik dengan perilaku negatif yang dilakukannya. Akhirnya, jika gaya hidup berlebih-lebihan terus dipupuk, lambat laun ia akan menjadi budaya yang berakar kuat dan sulit dicerabut. Rasulullah SAW adalah satu teladan mulia yang memperlihatkan sikap sederhana. Meskipun beliau memiliki kedudukan terpandang di masyarakat Arab kala itu, beliau sama sekali tidak berobsesi dan berkeinginan untuk memamerkan kedudukannya. Rumah beliau sangat sederhana, alas tidur pun hanya pelepah daun kurma yang membekas di pipi beliau setiap kali bangun tidur. Sikap hidup sederhana ini pulalah yang dibudayakan oleh para khalifah sepeninggal Nabi SAW.

“Bahwa sesungguhnya pada pribadi kehidupan Rasululah SAW adalah contoh teladan yang baik bagimu, bagi orang mengharap kerelaan Allah dan keselamatan hari akhirat.”[6]
Lantas bagaimana dengan para pemimpin kita yang Muslim. Kebanyakan mereka mengaku sahabat orang kecil (miskin), mau membantu dan mengangkat derajat kehidupan rakyat kebanyakan. Jumlah harta mereka, kalau kita baca, dengar dan lihat di berbagai media massa, semuanya dalam bilangan milyar. Namun adakah di antara mereka yang mau mengeluarkan milyaran rupiah tersebut untuk kepentingan fakir. Seperti Khalifah Umar bin Khaththab yang memanggul sekarung gandum untuk rakyatnya yang sangat membutuhkan. Ia memilih hidup dalam sebuah gubuk, sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan besar. Makan / minum 2/3 perut

Akibat buruk orang yang tidak seimbang dalam makan minumnya akan menimpa tubuh dan badan orang tersebut. Seorang muslim dalam makan dan minumnya dituntut untuk melaksanakan aturan yang telah Allah tentukan.
Pertama : tidak boleh berlebih-lebihan.

…….“ Makan, minumlah, dan jangan berlebih-lebihan[7], Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raf [7] : 31).
Kedua : tidak boleh makan dan minum sesuatu yang membahayakan dirinya, apalagi yang haram.
Ketiga : hendaklah makan dan minum dengan seimbang.

Rasulullah SAW bersabda :
عن أبي كريمة المقدار بن معديكرب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول : ما ملا ادمي وعاء شرا من بطنه بحسب ابن ادم لقيمات يقمن صلبه, فإن كان لا محالة, فثلث لطعامه, و ثلث لشرابه وثلث لنفسه. رواه الترمذي وابن مجة وابن حبان.
“ tidaklah seorang anak Adam dapat memenuhi suatu wadah dengan kejelekan kecuali perutnya. Cukuplah bagi anak Adam suapan makanan yang memuat tulang punggungnya tegak. Jika tidak dapat mengalahkan nafsunya maka sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya”.(HSR Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).[8]
Arti dari makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya yaitu makanan dan minuman yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh kita, seperti mengandung protein dan vitamin. Hal ini menuntut kita untuk menyeleksi jenis makanan yang dibutuhkan. Disamping itu, perlu diperhatikan juga makanan dan minuman yang harganya lumrah dan terjangkau oleh daya beli kita, tetapi layak untuk dimakan dan tidak membahayakan kita, baik dalam urusan ukhrowi maupun duniawi. Memanjakan nafsu perut dicela oleh Islam.

Dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda :
وعن النبي عليه الصلاة والسلام-أنه قال : “ثلاثة يبغضهم الله تعال من غير جرم الاكول والبخيل والمتكبر.
“ tiga golongan manusia yang sangat dibenci Allah Ta’ala tanpa berbuat dosa, yaitu orang yang banyak makan, orang bakhil (kikir), dan orang sombong”.
Adapun cara mengurangi makan adalah dengan merenungkan manfaat dan pentingnya makan sedikit yaitu: menjaga kesehatan tubuh, dapat memelihara diri (menghindari) barang yang haram dan sifat tamak.

Nilai hidup sederhana adalah nilai hidup yang menganggap bahwa kebutuhan hidup anda dapat terpenuhi dengan pemenuh kebutuhan hidup yang “standar”. Yang dimaksud standar di sini adalah yang layak dengan mengenyampingkan prestise.
Langkah yang kedua yang harus anda lakukan adalah membuat nilai hidup sederhana yang telah tertanam dalam hati anda menjadi suatu sikap yang anda anut. Sikap adalah suatu reaksi spontan diri kita apabila kita dihadapkan pada suatu kondisi atau suatu situasi. Tanda yang dapat anda rasakan apabila nilai hidup sederhana sudah menjadi sikap hidup anda adalah apabila anda merasakan ada yang salah apabila anda melihat pemborosan, ketidakefisienan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan nilai hidup sederhana
.Langkah terakhir yang harus anda lakukan adalah membuat sikap hidup sederhana menjadi perilaku anda sehari-hari. Jika sikap hidup sederhana sudah menjadi perilaku anda sehari hari maka lama kelamaan hidup sederhana akan menjadi budaya hidup anda.

Dalam kehidupan dunia yang cenderung semakin materialistis ini, sikap sederhana adalah sesuatu yang langka. Banyak orang cenderung mempertontonkan kemewahan dan berlebihan dengan apa yang mereka miliki. Banyak orang merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka berlomba-lomba menumpuk harta dan kekayaan. Mereka seakan tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki. Ketika mereka telah diberikan oleh Allah kendaraan berupa motor, mereka ingin memiliki mobil. Ketika sudah terpenuhi, mereka berusaha memiliki mobil yang lebih mewah. Begitu pula ketika Allah telah memberinya rizki berupa rumah, banyak orang cenderung ingin memiliki rumah lebih mewah lagi. Orang-orang seperti itu adalah orang yang tidak tau akan arti hidup sebenrnya. Mungkin merika disebabkan kebodohan merika sendiri yang terjerat hawa nafsu, harta yang dimiliki yang seharusnya dijadikan sebagai serana untuk meraih kebahagiaan akhirat malah dijadikan sebagai pelempiasan hawa nafsu.

KEHINAAN BAGI PECINTA DUNIA DALAM KAPITALISME


Dalam sistem Kapitalis Demokrasi, banyak orang yang sangat mencintai dunia hingga melupakan akhirat. Terlalu Cinta Dunia hanya membuat hidup sengsara dan berakhir dengan kehinaan meskipun hidup dikelilingi perhiasan dunia. Kebahagian hakiki tidak mereka dapatkan walaupun apa yang diinginkan sudah diraih. Tidak bersyukur dan terus merasa kurang itulah yang dirasakan oleh para pecinta dunia. Padahal ketahuilah bahwa dunia ini kecil dan sementara sedangkan akhirat untuk selama-lamanya. ”Perbandingan antara dunia dan akhirat bisa diukur dengan seseorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam air laut. Lihatlah, seberapa banyak air yang ia dapatkan di jari tangannya itu.” (HR Ibnu Majah dari Al-Mustaurid).

Pengakuan seorang pejabat yang menyesal mencalonkan diri untuk memperebutkan jabatan publik karena gajinya kecil adalah fakta yang ada dalam sistem demokrasi. Menjadi pemimpin bukan bertujuan untuk mengurusi rakyatnya, tapi mendapatkan keuntungan dengan gaji besar, atau kesempatan untuk korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Bisa jadi itu adalah fenomena gunung es, yang tidak mengaku jumlahnya lebih besar. Terlalu cinta dunia mendorong banyak pejabat yang menggarong uang rakyat. Artinya rakyat tidak bisa berharap banyak dari pemimpin dalam sistem demokrasi, yang pasti dan harus korupsi dengan menyalahgunakan kekuasaan agar bisa mendapatkan kekayaan yang diinginkan. Kapitalis demokrasi mengartikan kebahagiaan dengan ukuran materi, simpanan kekayaan, tapi ternyata semua itu tidak membuat seseorang mendapatkan kebahagiaan hakiki.

Pencinta dunia hidupnya resah dan gelisah. Untuk menjaga apa yang dimiliki dalam hidupnya sehingga dia merasa tidak tenang, karena takut hartanya hilang dan berkurang. Celakalah, karena selalu menghitung hitung hartanya tapi enggan untuk menafkahkan sebagian harta yang dimiliki di jalan Allah. Punya rumah dan mobil mewah, tapi hidupnya tidak bahagia karena yang dipikirkan selalu tentang kekayaannya. Semua yang dipikirkan hanya bagaimana bisa mendapatkan banyak harta. Mereka berfikir harta yang dimiliki bisa membuatnya hidupnya kekal di dunia, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

Perasaan kurang dan tidak pernah puas atas apa yang dimiliki merupakan sumber dari penderitaan dan masalah. Walaupun bergelimang harta, hatinya selalu merasa miskin sehingga layak untuk mendapatkan bantuan. Berbagai cara dilakukan bagaimana bantuan bisa diterima tapi enggan untuk membantu. Mereka jauh dari kebahagian karena hatinya tidak pandai bersyukur dengan apa yang diterimanya. Pencinta dunia akan selalu merasa kurang dalam hidupnya sehingga tidak pernah merasakan kebahagiaan.

Semua harta yang dimiliki pasti dimintai pertanggung jawaban di akhirat nanti. Sungguh rugi, harta banyak yang kita miliki bukan digunakan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, padahal kepadaNya kita nanti akan kembali, dan meninggalkan semua yang kita miliki dan yang kita cintai. Perhiasan, uang di bank, kavling tanah serta harta investasi yang kita miliki tidak dibawa mati. Padahal hidup di dunia hanya sebentar dan setelah itu kita harus mempertanggung jawabkan semua harta benda yang kita miliki.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menjadikan dunia sebagai ujung akhir ambisinya, Allah akan pisahkan ia dengan yang diinginkannya (dunia), lalu Allah akan menjadikan kefakiran membayang di pelupuk kedua matanya. Padahal Allah sudah pasti akan memberikan dunia kepada setiap manusia sesuai dengan yang telah Ia tetapkan. Tapi siapa yang menjadikan akhirat sebagai ujung akhir ambisinya, maka Allah akan mengumpulkan dan mencukupi segala kebutuhannya di dunia. Lebih dari itu, Allah akan membuat hatinya menjadi kaya. Dunia akan selalu mendatanginya, meskipun ia enggan untuk menerimanya’. (HR Ibnu Majah dari Usman bin Affan).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW mengungkapkan, ”Siapa yang menjadikan ambisinya semata-mata untuk meraih akhirat, Allah akan mencukupi kebutuhan dunianya. Tapi siapa yang ambisi meraih dunianya bermacam-macam, Allah tidak akan pernah peduli dengan yang ia inginkan. Ia justru akan menemui kehancurannya sendiri.” (HR Ibnu Majah dari Abdullah bin Mas’ud).

Sementara itu, Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi, ”Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dengan kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dengan segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kafakiranmu.” (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Dan Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an Nisa ayat 77), ‘Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.”

Setidaknya ada tiga alasan kenapa kita tidak seharusnya terlalu cinta dunia dengan menjadikannya sebagai tujuan dalam hidup dan melupakan kampung akhirat. Pertama, dunia itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan akhirat. Kedua, janganlah menjadikan dunia sebagai ambisi final, karena dunia sejatinya hanyalah tempat persinggahan sementara. Terminal akhir adalah akhirat. Ketiga, orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, Allah SWT akan mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Nabi SAW mengibaratkan bahwa seandainya ia enggan menerima, harta itu akan tetap datang mengelilinginya. Kenapa enggan? Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang beriman itu sudah cukup kaya hatinya.

Kapitalisme yang mengukur kesuksesan dari harta yang dikumpulkan hanya menciptakan banyak pecinta dunia yang lupa dengan akhirat, tempat kembali untuk selama-lamanya. Berharap dapat kebahagiaan dari kekayaan yang dikumpulkannya, tapi tidak, mereka hanya mendapatkan kesengsaraan dan kehinaan, karena pada hakekatnya kebahagiaan tidak terletak pada banyaknya harta tapi lebih pada pandainya hati untuk mensyukuri setiap nikmat yang kita rasakan dalam hidup ini.

Kalimat yang Lebih Berat dari Tujuh Lapis Bumi dan Langit Seisinya


(لا اله الا الله محمد رسول الله)

Wahai musa seandainya tujuh lapis bumi digabungkan dengan tujuh lapis langit dengan seluruh semestanya dan diletakkan disebelah timbangan kalimat Laa Ilaha Illallah, niscaya kalimat itu lebih berat melebihi semua itu.

(Hadits qudsi dari Abu sa’id Al-khudri)

Salah satu jalan yang harus kita tempuh bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah dengan senantiasa mengingat-Nya, Berdzikrullah. Dan Kalimat Tauhid inilah Dzikir ibadah unggulan yang tak terbatas ruang maupun kondisi. bisa dilakukan kapan saja, dalam setiap situasi.

Allah Ta’ala sangat menganjurkan kita selalu berdzikir; menyebut, mengagungkan, dan mensucikan nama-nama-Nya yang Agung. Allahu Akbar..

Melalui lisan Nabi-Nya, Allah mengajarkan kalimat-kalimat dzikir yang padat nan ringkas, namun memilik keutamaan yang saaangat besar dan mulia. Mahasuci Allah.. Allah Maha Besar..

Nabi Musa ‘Alahis salam berkata kepada Rabbnya, “Ya Allah, ajarkanlah kepadaku tentang sesuatu untuk berdzikir kepada-Mu?” kemudian Allah Ta’ala pun menjawabnya, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah.”

Dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam an-Nasa’i ini, Nabi Musa As memohon kepada Allah Ta’ala selepas mendapatkan ajaran tentang kalimat dzikir yang mulia itu. Pinta Nabi Musa As, “Ya Allah, setiap kali mengucapkan dzikir ini, berikanlah aku pahala yang istimewa.” Allahu Akbar..

Maka Allah Ta’ala mengatakan dalam firman-Nya sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi dari Abu Sa’id al-Khudri ini“Wahai Musa, seandainya tujuh lapis bumi beserta isinya digabungkan dengan tujuh lapis langit dengan seluruh semestanya dan diletakkan di sebelah timbangan kalimat Laa ilaha illallah, niscaya kalimat itu lebih berat, melebihi semua itu.”

Dalam riwayat lainnya oleh Imam Thabrani dan Baihaqi disebutkan kisah tentang sesosok jasad. Malaikat memeriksa seluruh anggota tubuh jasad itu, tetapi tak ditemukan satu pun kebajikan di dalamnya. Maka sang malaikat melanjutkan pemeriksaan ke dalam hatinya, hasilnya sama: tak terdapat kebajikan di dalamnya. Kemudian malaikat memeriksa mulutnya. Di rongga mulut terdapatlah lidah yang menempel ke langit-langit mulut dalam keadaan mengucap Laa ilaha illallah. Maka disebutkan, “Diampuni segala dosanya karena adanya kalimat yang ikhlas itu. Allahu akbar.. Allah Maha Besar

لا اله الا الله محمد رسول الله

Inilah kalimat thayyibah yang memiliki keutamaan tak terbanding. Kalimat yang disebutkan dalam hadits lain, jika diucapkan dengan ikhlas, kemudian pelakunya mati, maka ia berhak atas surga-Nya Allah..

bulukumbu 20181023_085431-479346630..jpg

Kalimat Tauhid

Kalimat inilah yang kita ingin mati dan hidup dengannya.

Syaiton berkata: Aku menghancurkan manusia dengan dosa-dosa, sedangkan mereka menghancurkanku dengan kalimat Tauhid dan Istighfar

(Ibnu Qayyim Al-jauziah)

Semoga Allah memberatkan kalimat tauhid yang kita miliki dan menghapus setiap dosa dosa kita. Dan menjadikan kematian kita meraih Khusnul Khotimah. Amiin

Menahan diri


Bagi sebagian besar perempuan, mengendalikan emosi dan perasaan bukan hal yang mudah. Ada saat-saat tertentu dimana kami merasa hidup ini begitu absurd. Hal-hal kecil yang biasanya kami anggap sepele bisa jadi pencetus kemarahan di waktu tertentu.

Dulu saya masih sering mengkambing hitamkan hormon dan kondisi-kondisi diriku yang berada di luar kontrolku. Walau pun ternyata hal tersebut nggak berlaku di beberapa temanku, perubahan dalam diri rasanya masih mengundang reaksi tertentu. Jadi kalau ada beberapa perempuan yang tiba-tiba tantrum dan berdalih sedang PMS, bisa jadi dia benar.

Tetapi semua berubah ketika saya membaca salah satu tulisan di buku, dan itu sangat membantu saya

“Coba sekarang dipikir, seberapa besar sih peran hormon pada hidup kita? Nggak segitu besar, kok. Kita masih punya pikiran, masih punya hati, masih punya iman. Jadi kalau kita cuma memperturutkan hormon, artinya kita tidak memfungsikan yang lainnya. Kalau kayak gitu apa namanya? Kufur kan?”

Dan saya hanya bisa tersenyum pahit. Karena kebenaran itu sudah datang, maka penghambaan pada hormon dan semacamnya perlahan mulai kutinggalkan. Meski saya bukan orang yang ekspresif, kadang emosi yang nggak baik itu masih bisa tercermin di mimik wajah atau cara bicaraku dan berpotensi menyakiti orang atau memperkeruh keadaan. Saya mulai mempelajari pola perubahan diri sendiri dan manajemen emosi supaya nggak lepas kontrol.

Hingga suatu saat teman dekatku pernah melontarkan pertanyaan yang membuatku berfikir, “Na’ kamu pernah marah nggak, sih? Jangan ditahan-tahan kalau marah Na’, keluarin aja semuanya. Nggak baik, lho.” Melihat saya yang diam saja dengan wajah ditekuk, dia menganalogikan emosi yang tertahan itu dengan gunung meletus.

Setelah menjawab bahwa saya juga manusia yang masih bisa marah dan bagaimana caraku mengontrol emosiku, ada pergulatan pikiran dalam diriku.

“Iya, ya. Kenapa saya menahan-nahan diri? Kenapa orang lain bebas aja gitu bisa puas mengumpat seisi kebun binatang? Kenapa saya nggak bebas meluapkan emosiku? Kenapa saya cuma bisa diam? Kenapa saya merasa bersalah ketika marah padahal yang lain biasa aja? Dimana kebebasan berekspresi saya? Hehh kuingin maraaah.”

Satu hal yang menjagaku tetap waras ketika emosi melanda adalah perasaan takut menyesal. Saya nggak ingin mengulangi penyesalan yang pernah ada karena lepas kontrol. Emosiku hanya muncul dalam beberapa menit, tapi reaksi yang saya berikan mungkin bisa berbekas di diri orang yang saya sayangi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Jangan sampai karena emosi setitik, rusak ukhuwah sebelanga.

Meski begitu, kadang saya masih merasa berhak marah dan memasang wajah cemberut atau ketus dalam berucap.

Tapi ternyata Allah masih terus menuntunku dan mengingatkanku, bahwa menjadi muslim memang seistimewa itu. Alhamdulillah. Alhamdulillaaah. Pada suatu pagi, setelah melakukan aktivitas ibadah sholat Subuh, satu bagian kitab Riyadhus Shalihin dibacakan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan orang yang dapat menahan amarahnya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.

Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai. (Hasan. HR Ahmad (III/440), Abu Dawud (no. 4777), at-Tirmidzi (no. 2021), dan Ibnu Majah (no. 4286)

MasyaAllah. Meski mungkin saya nggak minta bidadari., tapi membayangkan dipanggil Allah di hadapan seluruh makhluk itu rasanya menggetarkan hati. Ya iyakan, panggilan kehormatan. Semoga kita bisa jadi salah satu diantaranya ya.

Hadist tersebut jadi pembuka untuk hatiku, bahwa menahan diri untuk tidak meluapkan amarah sembarangan itu nilainya besar di sisi Allah. Bahkan dikatakan kepada Ibnu Mubarak rahimahullah , “Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kata!” Beliau menjawab, “Meninggalkan amarah.

Semakin banyak saya mencari tahu, semakin aku kagum dengan agama ini. Allah tahu sifat manusia yang mudah marah, maka Ia menciptakan tuntunan agar kemarahan itu nggak bersifat destruktif.

Jadi ternyata memang begitu ya. Sejak kita menyadari diri bahwa Allah dan Islam yang akan menuntun jalan hidup kita, kita nggak bisa bertindak dengan standar yang berlaku di masyarakat. Apa bedanya manusia dengan makhluk hidup yang lain kalau emosi aja nggak bisa ngontrol? Apa esensi hidup kalau cuma untuk melayani hawa nafsu? Dimana letak kebaikan Hidup ini?

Bismillah. Semoga Setiap mau marah kita ingat Allah. Belajar menjadi insan istimewah di hadapan Allah.. Semoga Allah menjadikan kita insan istimewah di Hadapan Makhluknya.. Subhanallah Walhamdulillah.

 

Terbit


Saya nggak pernah menyangka akan kembali berada di sini, berhadapan dengan dashboard WordPress yang dulu sempat menjadi teman dalam keseharianku.

Sejak saya pernah memutuskan untuk menghapus blog lamaku, saya sudah berjanji untuk nggak akan membuka blog itu lagi dan akan membuat blog baru. Selama hampir berbulan-bulan saya bisa bertahan dengan janjiku yang tak berdasar, meski pada kenyatannya saya tetap menulis di buku harian, atau Tumblr

Ada berbagai gejolak batin yang tercipta saat hati ingin bicara tapi diri merasa terlalu rendah. Terkadang ada beberapa cerita yang ingin dibagi. Alhamdulillah kalau bisa menginspirasi, tetapi tak muluk-muluk, tujuannya memang hanya sesederhana itu; untuk menasihati kalau-kalau nanti lupa diri.

Saya sibuk membangun makna, menentukan tujuan yang sudah terpampang nyata, hingga lupa bahwa untuk mengakhiri semuanya adalah dengan memulai.

Maka disini saya memulai kembali apa yang dipaksa mati. Bisa jadi hati, atau diri sendiri Semuanya. Termasuk teman-temanku di WordPress yang baik hati. Belum terlambat untuk bergerak lagi, kan?

Ada banyak hal yang mendorongku untuk menulis lagi di DW. Banyaaak banget. Saya merasa harus membaginya disini, supaya nanti kita tetap ingat dan terus semangat untuk terus memberi manfaat.

Kita akan mati dan nggak meninggalkan apa-apa
Akhir-akhir ini uni sering bercerita tentang salah satu temannya yang sedang berjuang melawan kanker. Bukan hanya sekali-dua kali, tapi hampir setiap kondisi beliau memburuk, Uni pasti mengabarkanku hingga aku tahu pasti kondisi beliau mulai awal ditetapkan sebagai pengidap kanker hingga akhirnya beliau sampai di titik kritisnya.

Saya pun sempat diamanahkan oleh Uni untuk membayarkan hutang beliau di salah satu masjid di Makassar. Tetapi sering lupa hingga tertunda beberapa waktu.

Sampai satu saat Uni mengabarkanku, “Innalillahi Mbak, beliau meninggal kemarin.”

Sulit bagiku untuk percaya bahwa orang yang selama ini Uni ceritakan sekarang sudah tiada. Meski dari kondisi yang Uni jelaskan pun rasanya sulit bagi beliau untuk bertahan, aku masih menyimpan sedikit harapan, “Siapa tauuu ada keajaiban, doa ibu, doa keluarga, dukungan teman-teman. Siapa tahu beliau bisa sembuh.” Walau secara hukum alam dan logika rasanya tidak mungkin. Tapi ternyata Allah menyayangi beliau, hingga Allah panggil beliau dalam kondisi masih muda.

Segera setelah saya menerima kabar meninggalnya beliau, saya langsung pergi ke masjid yang dimaksud untuk membayar hutang beliau. Hutang beliau memang nggak tercatat karena Takmir Masjid sudah ganti kepengurusan. Tetapi ada yang mengejutkan, saat mas-mas muda di hadapanku berkata, “Oh, iyaa, beliau dulu calon ketua keputrian angkatan berapa gitu. Sekarang di kota *piiip*. Melanjutkan S2, kan?”

Wah, masyaAllah. Saya sebelumnya nggak berekspektasi kalau ada orang takmir yang mengenal beliau, apalagi jarak usia beliau dengan mas-mas di hadapanku cukup jauh. Tapi ternyata, kabar meninggalnya beliau menyebar hingga menembus jarak waktu dan berada dalam lingkaran orang-orang baik, dan besar kemungkinan doa-doa mereka akan mengalir untuk beliau.

Sehari setelahnya, saya pulang dan semuanya berjalan seperti biasa. Sampai akhirnya aku sadar sesuatu, nggak ada kesedihan mendalam di diri Uni sebagai sahabat dekat beliau. Akhirnya saya nyeletuk, “Ni, Bu ____ kemarin habis meninggal. Tapi kok rasanya ya gimana ya, kita sedih ditinggal beliau, tapi setelah itu semua kembali seperti biasa. Uni sebagai orang yang menemani beliau ketika sakit juga beraktivitas seperti biasa. Ya semua tetap seperti biasa gitu, seakan ini bukan apa-apa dan memang sudah wajar terjadi.”

Iya, random. Tapi celetukan itu sebenarnya merujuk pada refleksi diriku, “Ketika saya mati nanti, mungkin orang-orang akan sedih. Paling juga seminggu. Setelah itu mereka akan menjalani hidup mereka masing-masing. Kemungkinan terburuk saya akan dilupakan, paling buruk ya lupa didoakan. Dan saya di alam kubur sana berjuang sendirian.”

Saya ingin dikenang sebagai orang yang seperti apa ketika saya mati nanti?

Tepat ketika saya memikirkan hal tersebut, Choco dashboard WordPress saya muncul di pikiranku. Saya bisa meninggalkan jejak digital yang dibaca oleh keturunanku nanti. Saya bisa menebarkan manfaat disana, supaya kelak ketika saya meninggal dan ada seseorang yang mampir kesini, ia mau berbaik hati memanjatkan sebait doa.

Semoga.

2. Ajaibnya Hidup terlalu Indah untuk Dilewatkan

Pernah nggak merasa pasrah sepasrah-pasrahnya kepada Allah dalam kondisi sempit dan tahu-tahu pasrah (atau harapaya) itu Allah kabulkan?

Saya pernah. Setelah diingat-ingat pun rasanya nggak cuma sekali, tapi berkali-kali. Bukan pada hal-hal besar kayak pergi berjihad berada di bawah todongan senjata untuk Jihad. Hmm, saya. Masih receh, semacam ngejar waktu untuk ngumpulin tugas agenda dakwah dan lain-lain

Yang paling dekat dan paling fresh from the oven lengkap dengan rasa-rasa yang masih tersisa.

Setiap orang punya jam malamnya sendiri, termasuk saya. Saya harus berada di rumah maksimal jam 8, berarti minimal berangkat dari campus jam setengah 7 malam karena perjalanan cukup lama, padatnya kemacetan jalan raya akhirnya sy kelamaan di jalan. Lebih dari jam 8, pintu rumah telah dikunci.

Tapi saya sadar diri, jadi kuusahakan untuk menyelesaikan semua kewajiban sebelum malam. Meski begitu, ada hal-hal yang nggak bisa diprediksi dan memakan waktu lebih.

Seperti malam lalu. Saya dan Akhwat ideologis mendiskusikan tentang banyak hal hingga pukul sembilan. Banyak hal yang kami bahas dan ternyata membutuhkan waktu lebih. Saat itu kami sudah berada di basement parking dan saya sudah mau pulang banget. Tapi tiba-tiba gagasan dan idea idea itu bermunculan banyaaaak dan bisa tebak kelanjutannya. Kami kembali bernegosisasi cukup lama untuk menentukan apakah harus dibahas sekarang atau keesokan hari😅

Karena memang masalahnya urgen dari segi waktu dan esensi, maka saya memutuskan untuk tetap lanjut. Bismillah. Bismillaaah, niatkan semua karena Allah. InsyaAllah, Allah bakal bantu. InsyaAllah, Allah nggak akan membiarkan saya terdiam menunduk di depan ayah sambil berkata ayah.. ayah jangan marah inna pulang lewat, maaf ngak jawab call dari ayah.. inna tau ayah risau, tapi saya ngak mau terus menyusahkan ayah untuk datang menjemputku.. karena ayah sudah lelah seharian di kantor😔

Pembahasan berjalan lancar. Alhamdulillah. Saat itu aku nggak sadar kalau bisa jadi itu adalah anugerah Allah karena isi pikiranku udah pulang, pulang dan pulang. Saya hanya berusaha menyelesaikan secepat dan seefektif mungkin supaya ayah ngak marah nanti, karena aku memang pernah pulang malam agenda di luar padet banget tambah macet tambah beteri handphone low, Ayah pernah marah banget.

Larut malam, dengan kondisi yang sudah lelah dan nggak jelas, akhirnya saya pulang. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa berharap-harap cemas. Ya Allah semoga belum Ayah ngak marah. Kalau misalnya ayah marah, semoga mama ada jadi penyelamat saya😊

Karena… kekunci di luar malem-malem dengan kondisi handphone mati dan penghuni rumah udah pada di kamar, itu horor 😦

Dan… bahagianya ketika kamu datang pas mama bukain pintu untuk kamu, itu nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Saya selamat! Ya Allah. Allah baru aja mengabulkan doa saya kan ya? Untuk hal sereceh ini? Allah memang baik😊

Beberapa waktu kemudian, Ukhti Rahmi ngechat saya dan cerita tentang takdir hidup dia yang ternyata diarahkan Allah ke arah yang nggak disangka-sangka.

Rasanya, cerita-cerita kecil macam ini patut untuk diarsipkan dan direnungkan untuk diambil hikmah dan pelajarannya. Sebab Allah sejatinya sedang mendidik kita lewat semua kejadian yang kita alami, baik atau buruk. Dengan mengumpulkan keajaiban-keajaiban itu satu per satu, saya berharap kita akan semakin kuat diterpa badai yang lebih kencang, semakin percaya bahwa Allah akan selalu ada.

Aku takut kalau seandainya Allah sudah memintaku untuk bergerak tapi saya menolak. Lewat teman-teman terbaikku, Allah titipkan amanah untuk tetap menulis dengan berbagai alasan yang bisa kubangun sendiri, sebagai bentuk ekspresi diri atau bukti cinta pada Illahi. Atau keduanya.

Untuk yang sudah pernah baca blogku dulu, pasti tahu kalau aku suka waktu pagi. Fajar, udara pagi, sinar matahari pagi, dan yang paling penting, orang-orang di pagi hari.

Yaa, dengan segala filosofi dan kenyamananku di waktu pagi, maka terbitlah..😇

Terimakasih banyak semuanya! Mari berproses bersama!😊

Istri Para Syuhada


Kisah Cinta Atikah binti Zaid dan Abdullah bin Abu Bakar

Adalah anugrah terindah bila kita bisa menikah dengan orang yang dicintai. Istri yang cantik, beriman, akhlaq yang baik, siapa yang akan menolak? Suami yang tampan taat pada Allah, siapa yang rela melepas?

Idealnya manusia memiliki harapan yang tinggi pada calon pasangan yang akan dipilih menjadi suami atau istri. Paras yang cantik dan tampan, akhlaq yang baik dan iman kepada Allah menjadi kriteria yang diharapkan oleh banyak orang. Beruntunglah ia yang mendapatkan pasangan seperti yang diingini. Saling mencintai dan menjaga. Tak akan rela siapa pun mengusik kebahagiaan mereka. Tak terlintas keinginan untuk berpisah, apalagi bercerai. Bagaimana mungkin kehidupan suami istri yang saling mencintai akan rela dipisahkan, bercerai hanya karna alasan yang tidak masuk akal?

Namun, inilah yang terjadi pada pasangan Atikah binti Zaid bin Amr dan Abdullah bin Abu Bakar As shiddiq. Mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Atikah yang cantik jelita membuat Abdullah bahagia tak ingin jauh darinya. Tetapi sang ayah, Abu Bakar, khawatir melihat anaknya yang tersihir oleh kecantikan paras istrinya, hingga membuatnya lebih mencintai sang istri dari apapun. Kecintaan Abdullah pada istrinya begitu melenakan hingga lupa pada perniagaan dan peperangan.

Akhirnya Abu Bakar meminta Abdullah untuk menceraikan Atikah. Mendengar hal itu, Abdullah sangat sedih. Ia tak rela berpisah dari istri yang sangat dicintai. Meski begitu mereka akhirnya bercerai. Abdullah murung dan meratapi perpisahan dengan istrinya. Suatu hari ia datangi ayahnya dan mengadu dengan seuntai syair:

Atikah bagai cahaya bersinar

Merpati diratapi burung tekukur

Atikah…siang malam hatiku untukmmu

Memikul segala rasa yang sulit terungkap

Tak akan terfikir orang menceraimu

Mencerai wanita secantikmu, tanpa dosa

Akalnya cemerlang, pendapatnya jitu

Akhlaknya lurus, pemalu dan dipercaya

Mendengar itu, hati Abu Bakar luluh. Ia pun bertanya pada anaknya apakah ia sangat mencintai Atikah. Abdullah menjawab dengan penuh semangat, “Ya”. Kemudian Abu Bakar mengijinkan mereka rujuk kembali. Hubungan mereka terjalin kembali dan semakin cinta.

Setelah itu Abdullah tidak melupakan kewajibannya untuk turut dalam berbagai peperangan. Ia turut dalam perang Futhu al-Makkah dan perang Hunain. Pada akhirnya Abdullah syahid dalam peperangan karena anak panah tepat bersarang di tubuhnya. Kesedihan Atikah tak terbendung. Ia tak henti menangisi suaminya.

Begitu cintanya ia pada suaminya, hingga berjanji tidak akan menikah lagi. Banyak sudah pinangan laki-laki yang ditolaknya. Mengetahui hal itu, Umar bin Khaththab berkata, “Wahai Atikah, engkau haramkan atas dirimu sesuatu yang telah Allah halalkan. Kembalikan harta keluarga Abu Bakar dan carilah pasangan hidupmu.”

Syahidnya Zaid bin Khaththab

Atikah pun mengembalikan harta suaminya kepada keluarga Abu Bakar, kemudian ia dipersunting oleh Zaid bin Khaththab. Zaid bin Khaththab adalah saudara dari Umar bin Khaththab yang pertama-tama memeluk Islam. Ia pun selalu turut serta dalam peperangan bersama Rasulullah.

Pada perang Yamamah, Zaid memerangi pasukan Musailamah al-Kadzab, orang yang mengaku sebagai nabi. Zaid berperang dengan penuh kobaran semangat, hingga ia berhasil membunuh ar-Rijal bin Anfawah, seorang tentara Musailamah yang paling berbahaya. Akhirnya Zaid syahid setelah tanda-tanda kemenangan ada pada umat Islam.

Umar bersedih atas kematian saudaranya, dan berdoa pada Allah, “Semoga Allah mencucurkan rahmat pada Zaid. Dia telah mendahuluiku dalam dua hal; masuk Islam dan syahid di jalan Allah sebelumku.”

Dan Umar bin Khaththab pun Syahid

Setelah wafatnya Zaid, Umar meminta pada keluarganya untuk melamar Atikah. Umar menikahi Atikah sebelum menjabat sebagai Amirul Mukminin. Para sahabat Rasul menghadiri pernikahan mereka. Atikah hidup sederhana bersama suaminya. Tapi tentu saja tidak ada yang bisa menandingi kesederhanaan Umar bin Khaththab.

Atikah sangat rajin pergi ke masjid Rasulullah untuk menunaikan shalat dan Umar tidak melarangnya. Yahya bin Sa’id meriwayatkan, “Istri Umar meminta izin untuk pergi ke masjid, tapi Umar hanya diam. Atikah berkata, ‘Demi Allah aku akan pergi ke masjid kecuali engkau melarangku.’ Umar pun tidak melarangnya.

Kebahagiaan Atikah bersama Umar harus berakhir. Umar syahid ketika sedang melaksanakan shalat di masjid akibat ditikam oleh Abu Lu’lu’ah. Atikah sangat sedih dan meratapi kepergian suaminya.

Syahid Selanjutnya, Zubair bin Awwam

Zubair bin Awwam anak bibi Rasulullah merupakan pahlawan Islam. Ia hadir di setiap peperangan bersama Rasul. Di tubuhnya terdapat goresan pedang, lubang di dada karena tombak dan panah. Salah seorang sahabat berkata, “Sungguh belum pernah aku melihat tubuh penuh luka seperti engkau.”

Zubair menjawab, “Ketahuilah, demi Allah tidak ada satu pun bekas luka yang kumiliki kecuali karena berperang bersama Rasul di jalan Allah.”

Setelah masa iddah dari Umar, Atikah menikah dengan Zubair bin Awwam. Atikah menyaratkan pada Zubair agar tidak melarangnya pergi ke masjid, Zubair pun menyetujui. Tetapi rasa cemburunya lebih besar hingga membuat Zubair tidak meneruskan syarat itu.

Pada peristiwa perang Jamal, Zubair dan Aisyah pergi untuk mendamaikan kubu Ali dan kubu Mu’awiyah yang sedang bertikai.

Syahidnya Zubair bin Awwam karna dibunuh oleh salah seorang munafik yang ada di kubu Ali, Amr bin Jarmuz. Zubair dibunuh ketika sedang melaksanakan shalat. Ketika pasukan Ali menyerahkan pedang Zubair yang dirampas oleh Amr bin Jarmuz kepadanya, ia menangis dan berkata, “Sungguh pemilik pedang ini telah banyak membela rasulullah.”

Sekali lagi Atikah sedih dan meratapi kematian suaminya yang syahid di jalan Allah.

Syahid Terakhir

Hasan bin Ali merupakan suami terakhir Atikah. Ia menikah dengan Hasan ketika usianya mencapai lima puluh tahun. Dan Hasan pun gugur sebagai syahid. Semua suami Atikah gugur sebagai syahid di jalan Allah. Ialah istri yang dikenal sebagai istri para syuhada karena mengantarkan syahid suami-suaminya.

Jangan resah karena tak ada uang, segalanya di sisi Allah selalu lebih baik


Banyak orang suka mengeluh:

“Sudah shalat, puasa, sedekah, pokoknya semua sudah dijalankan, kok Allah nggak datang datang juga rejeki dari Allah?”
“Kok dia shalat cuma shalat ied bisa kaya banget?”
“Saya sudah tinggalkan segala pekerjaan yang membawa dosa, tapi kok saya nggak diberikan pengganti? Sementara teman yang terus bekerja di sana bisa menikmati banyak rejeki?”

Dan akhirnya banyak yang bilang, “Allah tidak adil.”

Coba kita baca sebuah kisah yuk😇

Ada dua sahabat, yang satu senang dengan kemewahan dunia, yang satu hanya berharap mendapatkan surga.
Sahabat yang senang kemewahan punya rumah sangat indah di atas bukit.
Sahabat satunya pergi ke sana, dan bertanya, “Bagus sekali rumah ini. Berapa harganya?”
“Seribu dinar,” kata temannya.

Maka sahabatnya pulang dan berdoa pada Allah, “Saya ingin membeli rumah seperti itu di surga, ya Allah. Maka saya akan sedekah seribu dinar.”
Ketika bertemu, ia pun ditanya sahabatnya, “Kok belum beli rumah?”
Dijawabnya, “Aku sudah beli rumah di surga dengan seribu dinar.”
Sahabatnya tertawa terbahak-bahak.
“Hidup hanya sekali. Nikmati saja.”

Sahabat yang senang kemewahan lalu menikah. Ia menghabiskan uang seribu dinar juga.
Maka sahabatnya pun berdoa, “Ya Allah, saya ingin melamar bidadari dengan seribu dinar. Aku akan sedekahkan seribu dinar.”
Saat ditanya sahabatnya ia pun menjawab, “Aku sudah melamar bidadari di surga dengan seribu dinar.”
Maka sahabatnya pun tertawa terbahak-bahak.
“Hidup hanya sekali. Nikmati saja.”

Sahabat yang senang bermewah-mewahan pun kemudian membeli kebun seharga seribu dinar.
Dan sahabat satunya lagi berdoa, “Ya Allah, izinkanlah aku membeli kebun surgamu dengan seribu dinar.”
Saat sahabatnya bertanya ia berkata, “Aku sudah membeli kebun di surga.”
Maka sahabatnya pun tertawa terbahak-bahak.
“Hidup hanya sekali. Nikmati saja.”

Dan akhirnya sang sahabat yang senang kemewahan meninggal dalam kemewahan.
Sahabatnya meninggal seadanya. Uangnya habis disedekahkan dan ia tak minta dibalas di dunia.

Di surga, sahabat yang mengejar surga menikmati istananya, kebun, dan bidadari surga.
Ternyata seribu dinar dibalas Allah dengan seribu istana lengkap dengan kebun yang indah.
Di istananya ada jendela, Allah bukakan kesempatan menengok neraka.
Dan dilihatnya sahabatnya di sana.
Sahabat yang tak mau bersedekah dihukum oleh Allah dan abadi dalam kesengsaraan.

Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Quran, 37:38-61:

Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih.
Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan,
tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).
Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu,
yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan.
di dalam surga-surga yang penuh nikmat.
di atas takhta-takhta kebesaran berhadap-hadapan.
Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.
(Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum.
Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya.
Di sisi-sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.
seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.
Lalu sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain sambil bercakap-cakap.
Berkatalah salah seorang diantara mereka: “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman,
yang berkata: “Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)?
Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?”
Berkata pulalah ia: “Maukah kamu meninjau (temanku itu)?”
Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala.
Ia berkata (pula): “Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku,
jikalau tidak karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).
Maka apakah kita tidak akan mati?
melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)?
Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar.
Untuk kemenangan seperti ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja”

Janganlah pernah kita lalai dari sedekah.

Dan janganlah pernah kita iri pada orang lain.
Apapun yang di sisi Allah lebih baik.

Kita sibuk kerja dan sedekah,
Shalat dan puasa
Rejeki seret
Yang tidak sedekah shalat puasa lebih kaya
Tak apa-apa, sabar dan syukur saja
Mungkin Allah sedang tahan rejeki kita
Agar kita nikmat abadi di surga
Apapun yang di sisi Allah lebih baik

Orang tenang kerja di tempat yang rawan dosa
Kita lurus-lurus saja kok susah?
Tak apa, sabar dan syukur saja
Apapun yang di sisi Allah lebih baik

Orang merampok uang saya
Korupsi dan bermewah-mewahan
Kita jadi miskin dan melarat
Tak apa, sabar dan syukur saja
Apapun yang di sisi Allah lebih baik

Apa yang bisa kita lakukan lebuh baik lagi hari ini untuk mengejar surga yang abadi?
Sumber Inspirasi: Ustadz Hanan Attaqi

Kenapa Kita di”Uji?


“Carilah Hikmah Dalam Setiap Ketentuan Allah, Agar Timbul Rasa Kesyukuran dan Keridho’an kepada-NYA”.

“Kenapa aku diuji? Kenapa aku yang diuji? Kenapa??”
Sering, dan selalu sering ungkapan itu laju meluncur di bibir orang yang diuji. Saya dan kalian, tidak mungkin tidak pernah berkata sedemikian. Saat diuji, sungguh kita merasa sukar dan berat untuk menerimanya. Apalagi ia adalah ujian yang tanpa kita sangka akan terjadi. Saya melihat kembali diri saya yang pada masa lalu, terus mengeluh, kecewa dengan kalimah itu yang sering diulang-ulang. Dan, saya juga menyaksikan saudara saya, sahabat dan teman turut meluahkan sedemikian. Geleng-geleng kepala, istighfar panjang-panjang.
Hakikatnya, bukankah kita cuma hamba Allah yang layak diuji? Dan Allah, adalah Tuan yang punya diri kita yang mutlak. Sewajarnya, ‘bersopanlah’ dengan Pemilik diri yang abadi. Astaghfirullahalazim. Semoga Allah selalu mengampuni kita semua.

Duhai insan. Jika kita bertanya demikian, jawabannya mudah saja sebenarnya. Cuma kita saja yang berat mau menerimanya. “Sebab Allah PILIH kita untuk diuji dengan ujian tersebut.” Kalau ditanya lagi, “Kenapa Allah pilih kita?” Singkat tapi sangat mendalam. “Karena Allah CINTA.” Subhanallah. Kerana Allah sayanglah Allah uji. Bukti apa Allah cinta? Pahamilah, dalam ujian-Nya itu sentiasa terselip 3 tanda cinta. Pertama, Allah akan hapuskan dosa-dosa kita.
“Dan apa yang menimpa kamu dari sesuatu kesusahan (atau bala bencana), maka ia adalah disebabkan apa yang kamu lakukan dari perbuatan-perbuatan yang salah dan berdosa.” (Surah as-syura:30)
Jangan pernah ingin menafikan segala dosa-dosa kita. Orang lain mungkin tidak tau segala keaiban atau dosa yang sering kita lakukan, tapi Allah Maha Tahu betapa banyaknya dosa-dosa kita yang tersembunyi. Jika ia bukan dosa lahir yang terang-terangan, mungkin dosa batin yang tersembunyi di balik hati kita. Hati kita yang bermaksiat, yang ternoda dengan berbagai penyakit seperti hasad, ria, ujub, sombong, iri, dendam dan berbagai mazmumah jiwa atau penyakit hati. Karena itu Allah ingin bersihkan kita dari semua dosa. Maka Allah menguji diri kita.
Apabila ada seseorang hamba Allah yang sangat taat, ibadahnya rajin, selalu sedekah, baik kepada sesama, tapi saat dia berbuat sedikit saja dosa, Allah lalu ‘bayar cash’ perbuatan dosanya . kena musibah, ujian demi ujian datang menghampiri. Sakit, susah, kesusahan yang membuat hamba itu banyak menangis, merintih dalam doa. Pasti akan timbul pertanyaan dalam diri kita Kenapa Allah berbuat demikian?, padahal dia seorang hamba yang taat kepada-NYA?, kenapa saat dia berbuat dosa yang sedikit saja Allah langsung memberikan ujian? Mungkin jawabannya Karena Allah tak sanggup melihat hamba-Nya yang baik itu terus bergelimang dalam dosa. Walau dosa itu sedikit saja. Allah ingin dia sentiasa bersih dari dosa, dan ingat selalu kepada-Nya. Dan Allah, sangat rindu untuk selalu mendengarnya memohon dalam doa. Subhanallah…. Tapi bagaimana jika Allah tidak lagi rindu? Maka, Allah akan ‘lepaskan’ dan tidak hiraukan kita lagi. Maukah seperti itu? Pastinya tidak ingin…
Dan ada orang, bila dia buat dosa maksiat biasa-biasa saja, dan malah ada dosa yang sangat besar yang dilakukan dan kita tetap melihat dia hidupnya senang-senang saja, malah dia semakin sukses. Contoh dia yang berpasangan tampa ada ikatan Halal, tapi terlihat bahagia saja. Itu karena Allah tangguhkan dahulu pembalasanya, Allah ingin dia memperbaiki diri dan bertaubat. Tapi hamba itu masih malah makin asyik dan lalai. Sampai suatu saat nanti, Allah akan turunkan dia dengan ujian yang sangat dahsyat sehingga dia terduduk dan kembali sadar lalu bertaubat kepada Allah. singkat kata, semua manusia takkan terlepas dari ujian, dari kedua golongan ini Allah tetap sayang dan ujian itulah akan membersihkan segala dosa. Karena kita ini pendosa. Takkan bisa lari dari perbuatan salah dan lupa. Namanya manusia. Mudah lupa kepada-Nya.

Kedua, selepas habis semua dosa itu digugurkan, Allah igin menaikkan derajat kita. Jika dapat bersabar, maka kita masuk dalam golongan orang-orang yang sobirin. Firman Allah Taala yang bermaksud: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian.” (Muhammad:31) ditambah lagi, jika kita dapat bersyukur dengan apa yang Allah telah tetapkan kepada kita. Maka, dicatatkan oleh malaikat kita orang-orang yang syakirin, hamba yang pandai bersyukur dan Qanna’ah selalu merasa cukup. Maka, di sinilah dua kunci kebahagiaan bagi orang mukmin. Untuk Allah naikkan derajat semakin tinggi di sisi-NYA. Makin kita ingat kepada Allah, makin tinggilah derajat kita di sisi-Nya. Namun, jika makin kita melupakan Allah dan lebih ingat kepada dunia, maka rendahlah derajat kita disisi-Nya. Nauzubillah…..
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Ali ‘Imran:139)
Ketiga, Allah akan mengantikannya dengan yang jauh lebih baik. Allah Ar-Rahim, Maha Penyayang tidak akan sesekali menzalimi kita sebagai hambanya yang beriman. Setiap apa yang Allah berikan ujian dan musibah tersebut, Allah akan gantikan dengan yang jauh lebih baik dari apa yang kita harapkan sebelumnya. iya, dengan yang jauh lebih baik. Maka, setelah Allah ampuni dosa-dosa kita dan kita kembali mendekat kepada-Nya, lebih bersyukur, lebih dan sabar, barulah di tahap ketiga ini Allah akan gantikan semua kesakitan, derita yang kita tanggung itu dengan kebahagiaan. Ada orang cepat mendapat gantiannya di dunia lagi. Ada orang, Allah tangguhkan dan simpan untuk diberikan gantian itu di syurga kelak. Lambat atau cepat, Allah sudah berjanji akan memberikan yang terbaik bagi hambanya yang bersabar dan bersyukur. Sebenarnya lebih beruntung orang yang Allah berikan ganjaran itu di syurga daripada di dunia sementara. Subhanallah. Sebaik-baik ganjaran adalah Surga yang kekal abadi
Hakikatnya, hidup ini memang takkan pernah memiliki jalan yang datar. Jika ia diibaratkan roda, ia berputar. Sekejap ke atas. Sekejap di bawah. Jika diibaratkan jalan, pasti banyak cabang jalan yang dilalui, ada belokannya, turunnya dan naiknya. Tidak ada jalan yang lurus. Kecuali jalan petunjuk yang diberikan oleh-Nya. Allah menjadikan ujian sebagai fitrah hidup di dunia. Mau tidak mau kita akan menghadapinya, suka atau tidak, kita harus menerimanya. Karena Allah menciptakan sesuatu sedemikian rupa, menghadirkan kesusahan demi kesulitan untuk kita terus ‘belajar’ dari madrasah kehidupan.
Dan kegagalan itu sebenarnya sebagai pengerak langkah kita untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik.Lebih tepatnya, untuk kita buktikan kepada-Nya kita mampu menjadi hamba-Nya yang taat dan beriman.
“Dialah yang telah mentakdirkan adanya mati dan hidup (kamu) – untuk menguji dan menzahirkan keadaan kamu: siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)
Sesungguhnya iman itu perlu diuji, diasah, atau bahasa sekarangnya perlu diupgrade supaya ia akan bersinar terang dengan penuh cahaya. Ujian-ujian yang gelap, memberikan kesedihan dan kegusaran akan segera terusir dengan cahaya iman. Hidup ini akan terasa lebih ringan ketika kita menyandarkan segalanya kepada Sang Maha Kuat yaitu Allah SWT. Ya, kita adalah makhluk yang sangat lemah dan rapuh tatkala diberi sedikit ujian. Kekuatan itu hanya milik Allah, maka harus kita harus memohon dan memohon terus kepada-Nya.
Yang harus kita ingat ketika Allah memberikan kita ujian, bersyukurlah karena Allah ingin menaikan derajat kita dihadapan-NYA, dengan catatan kita harus tetap sabar dan ikhlas menerimanya, ikhlas tidak harus pasrah, tapi menyerahkan semuanya ujian ini kepada yang memberikan ujiannya yaitu Allah SWT. Tugas kita hanya berikhtiar dan berdoa semaksimal mungkin dan serahkanlah jawabannya kepada Allah, Dia yang lebih mengetahui yang terbaik untuk kita.

Semoga bermanfaat…. mari kita sama-sama merenung dan bermuhasabah semoga kita tetap diberikan waktu untuk terus memperbaiki diri lebih mendekatkan diri kepada-Nya selalu. Tetap bersabar dalam taat….. Aamiin….

“Ketika seorang hamba telah menyerahkan segala urusannya kepada Allah, menyakini sepenuhnya janji Allah yang indah, hatinya akan damai dan batinnya begitu tenang menjalani hidup. Sikap ikhlas dalam menjalani sesuatu yang Allah takdirkan akan membentuk suatu penerimaan yang luar biasa dalam diri. Dengan itu, seorang hamba akan selalu melihat apa pun yang diberikan Tuhannya dalam persepsi yang indah. Ikhlas dan berserah diri kepada Allah akan selalu menjadi kekuatan yang mempertahankan kekukuhan jiwa kita, betapapun beratnya beban yang harus dipikul.”

Saat kau Merasa Sendiri, Ingatlah Allah


Kehidupan tempat kita belajar dan berinteraksi juga bersosialisasi. Tak mungkin kita hidup dalam kesendirian. Terus yang lain dianggap apa??

Saat diri merasa sendiri. Dunia terasa sempit. Penuh sesak dan sumpek! Mata berurai hati berprasangka.

Pejamkan matamu sejenak. Jernihkan fikiran beningkan hati. Seringkali kita terjebak pada fikiran yang salah. Hingga tindakan dan ucapan pun salah!

Saat kamu merasa, orang tak lagi memperdulikanmu..
Tapi ingatlah Allah yang selalu peduli..
Saat kamu merasa sendiri..
Hingga berfikir seolah tak ada lagi orang yang memperhatikanmu..
Tapi ingatlah Allah yang selalu memperhatikanmu…
Saat kamu merasa sendiri..
Hingga berfikir tak ada lagi orang yang mau mendengar ceritamu, keluhmu, kesahmu, bahagiamu…
Tapi ingatlah Allah yang kan selalu setia Mendengarmu
Kapanpun kamu mau!
Saat kamu merasa sendiri..
Hingga kamu berfikir orang-orang telah meninggalkanmu..
Tapi ingatlah Allah yang tetap setia menunggumu
Yang takkan pernah meninggalkanmu…
Kecuali kamu sendiri yang meninggalkan-Nya..
Dia slalu ada untukmu..
Saat kamu merasa sendiri..
Hingga kamu berfikir seolah tak ada yang dapat kita percaya..
Tapi ingatlah Allah, Kita harus tetap percaya Pada-Nya..
Dia selalu memberi kita.. kesempatan untuk memperbaiki segalanya..
Saat kamu merasa sendiri..
Hingga kamu berfikir orang-orang telah mengkhianatimu..
Tapi ingatlah Allah, bahwa Dia tak pernah berkhianat apalagi mendzalimi Hamba-Nya..
Justru terkadang kitalah yang melakukan itu namun Allah selalu mengampuni dan memaafkan..
Saat kamu merasa sendiri..
Karna hati terlalu berharap pada makhluk-Nya
Maka, Jangan kecewa bila suatu saat orang yang kamu harapkan tak jua menghampiri..
Atau tak sesuai yang diharap..
Karna manusia memiliki keterbatasan, sementara Allah tidak berbatas..
Jadi berharaplah pada-Nya..
Maka kamu takkan kecewa..
Justru keikhlasan dan kesabaran yang kamu dapatkan!
Saat kamu merasa sendiri..
Ingatlah selalu Allah..
Selama diri mengingat-Nya dan hati yakin padaNya..
Maka sepimu tiada!
Maka sedihmu sirna!
Berharaplah selalu pada Allah! Maka Allah membalasmu dengan Cara terbaiknya! Jadi benar! kita tidak sendiri! Allah bersama kita, jadi apa yang Kita takuti,,,?

“Selama kita berserah diri pada-Nya, maka kita tidak sendiri, Semua problema, semoga dapat mendewasakan diri kita untuk lebih baik dan lebih……..lebih…….lebih mendapat Kesabaran” Insya Allah..Aamiin..

“Ya Allah Ya Rabb Beri kami kekuatan tuk Menjalani semua uji Dan Qadha-Mu, Ku yakin, semua itu mengandung hikmah yang terselip, Agar aku senantiasa lebih Mendekat lagi pada-Mu.

Rabb,
Buanglah semua kebencian ataupun prasangka yang masih menyelimuti hati, Ku tak ingin ya Rabb,
Menodai kesucian hatiku karna prasangka dan penyakit hati lainnya, Yang membuat hatiku kelam dan ternoda.

Pada-Mu aku berharap..
pada-Mu Aku bersujud..

Bimbinglah aku!
Tegarkan aku..
Sabarkan Aku..

Penuhi dengan Cinta ,Rahmat dan Kasih sayang-Mu”
Aamiin Allahumma Aamiin..

MAKNA SIRI’ NA PACCE’ DIMASYARAKAT BUGIS-MAKASSAR…..


MAKNA SIRI’ NA PACCE’ DIMASYARAKAT BUGIS-MAKASSAR

Oleh :IMBASADI (Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia)

Dalam budaya Sulawesi Selatan Khususnya Bugis, Makassar,) ada sebuah istilah atau semacam jargon yang mencerminkan identititas serta watak orang Sulawesi Selatan, yaitu Siri’ Na Pacce. Secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati).

Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu (1) Siri’ Ripakasiri’, (2) Siri’ Mappakasiri’siri’, (3) Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), dan (4) Siri’ Mate Siri’.

Kemudian, guna melengkapi keempat struktur Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.
Siri’ Ripakasiri’

Adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.

Sebagai contoh dalam hal ini adalah membawa lari seorang gadis (kawin lari). Maka, pelaku kawin lari, baik laki-laki maupun perempuan, harus dibunuh, terutama oleh pihak keluarga perempuan (gadis yang dibawa lari)karena telah membuat malu keluarga.
Contoh lainnya adalah kasus kekerasan, seperti penganiayaan atau pembunuhan dimana pihak atau keluarga korban yang merasa terlanggar harga dirinya (Siri’na) wajib untuk menegakkannya kembali, kendati ia harus membunuh atau terbunuh. Utang darah harus dibalas dengan darah, utang nyawa harus dibalas dengan nyawa.
Dalam keyakinan orang Bugis/Makassar bahwa orang yang mati terbunuh karena menegakkan Siri’, matinya adalah mati syahid, atau yang mereka sebut sebagai Mate Risantangi atau Mate Rigollai, yang artinya bahwa kematiannya adalah ibarat kematian yang terbalut santan atau gula. Dan, itulah sejatinya Kesatria.
Tentang ini hal ini, oleh Hakim Pidana (orang-orang Belanda) di zaman penjajahan dahulu tidak bisa mengerti mengapa orang Bugis/Makassar begitu bangga dan secara kesatria mengakui di depan persidangan pidana bahwa dia telah melakukan pembunuhan berencana, meski diketahuinya bahwa ancaman pidananya sangat berat jika dibandingkan dengan pembunuhan biasa (pembunuhan yang tidak direncanakan sebagaimana diatur dalam pasal 338 KUHP). Secara logika, memang orang lain tidak dapat mengerti hal tersebut, kecuali bagi mereka yang telah paham akan makna Siri’ yang sesungguhnya.
Agar dapat mengetahui tentang bagaimana penting menjaga Siri’ untuk kategori Siri’ Ripakasiri’, simaklah falsafah berikut ini. Sirikaji nanimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo siri’nu matemako kaniakkangngami angga’na olo-oloka. Artinya, hanya karena Siri’ kita masih tetap hidup (eksis), kalau sudah malu tidak ada maka hidup ini menjadi hina seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina daripada binatang.
Siri’ Mappakasiri’siri’
Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin).
Bekerjalah yang giat, agar harkat dan martabat keluarga terangkat. Jangan jadi pengemis, karena itu artinya membuat keluarga menjadi malu-malu atau malu hati. Walau Hanya nelayan ikan, petani , atau hanya bekerja pesuruh jangan pernah mengemis yang akan merendahkan Harga dirimu.
Hal yang terkait dengan Siri’ Mappakasiri’siri’ serta hubungannya dengan etos kerja yang tinggi adalah cerita-cerita tentang keberhasilan orang-orang Bugis dan Makassar di perantauan.
Dengan dimotori dan dimotivasi oleh semangat siri’ sebagaimana ungkapan orang Makassar, “Takunjunga bangun turu’ naku gunciri’ gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya.” Artinya, begitu mata terbuka (bangun di pagi hari), arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana kaki akan melangkah, pasang tekad “Lebih baik tenggelam daripada balik haluan (pulang ke rumah) sebelum tercapai cita-cita.” Atau, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai, sebelum tercapai pulau harapan.
Selain itu, Siri’ Mappakasiri’siri’ juga dapat mencegah seseorang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai moral, agama, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Salah satu falsafah Bugis dalam kehidupan bermasyarakat adalah “Mali’ siparampe, malilu sipakainga”, dan “Pada idi’ pada elo’ sipatuo sipatokkong” atau “Pada idi pada elo’ sipatuo sipatottong”. Artinya, ketika seseorang sanak keluarga atau kerabat tertimpa kesusahan atau musibah maka keluarga yang lain ikut membantu. Dan, kalau seseorang cenderung terjerumus ke dalam kubangan nista karena khilaf maka keluarga yang lain wajib untuk memperingatkan dan meluruskannya.
Siri’ Tappela’ Siri’ (Makassar) atau Siri’ Teddeng Siri’ (Bugis)
Artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
Orang Bugis atau orang Makassar yang masih memegang teguh nilai-nilai Siri’, ketika berutang tidak perlu ditagih. Karena, tanpa ditagih dia akan datang sendiri untuk membayarnya.

Siri’ Mate Siri’

Siri’ yang satu berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.
Betapa hina dan tercelanya orang seperti ini dalam kehidupan masyarakat. Aroma busuk akan tercium di mana-mana. Tidak hanya di lingkungan Istana, di Senayan, bahkan di tempat-tempat ibadah juga bau busuk akan terasa menyengat. Korupsi, kolusi dan nepotisme, jual beli putusan, mafia anggaran, mafia pajak serta mafia-mafia lainnya, akan senantiasa mewarnai pemberitaan media setiap harinya. Nauzubillahi min-dzalik.
Pacce (Bugis: Pesse)
Pacce atau Pesse adalah suatu tata nilai yang lahir dan dianut oleh masyarakat Bugis/Makassar. Passe lahir dan dimotivasi oleh nilai budaya Siri’ (malu). Contoh, apabila seorang anak durhaka kepada orangtuanya (membuat malu keluarga) maka si anak yang telah membuat malu (siri’) tersebut dibuang dan dicoret dalam daftar keluarga. Namun, jika suatu saat, manakala orangtuanya mendengar, apalagi melihat anaknya menderita dan hidup terlunta-lunta, si anak pun diambilnya kembali. Malu dan tidak tega melihat anaknya menderita.
Punna tena siri’nu pa’niaki paccenu. Artinya meski anda marah karena si anak telah membuat malu keluarga, lebih malulah jika melihat anakmu menderita. Jika Anda tidak malu, bangkitkan rasa iba di hatimu (Paccenu). Anak adalah amanah Allah, jangan engkau sia-siakan.
Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti “ pedih “, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’ adalah perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari sebagai “ motor “ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya.
Melalui latar belakang pokok hidup siri’ na pacce’ inilah yang menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Dengan memahami makna dari siri’ dan pacce’, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai kemanusiaan – berlaku adil pada diri sendiri dan terhadap sesama – bagaimana hidup dengan tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Membandingkan konsep siri’ dan pacce’ini dengan pandangan keadilan Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa justice is but the interest of the stronger (keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih kuat)
Nilai adalah hal yang yang sangat dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan dan dalam konteks hukum, nilai ini merupakan sesuatu yang menjadi landasan atau acuan dalam penegakan hukum, nilai ini hidup dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam masyarakat tertentu. Masyarkat Bugis mempunyai falsafah hidup yang sangat dijunjungnya yaitu siri’ na pacce’. 
Siri’ na pacce’ dalam masyarakat Bugis sangat dijunjung tinggi sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan, dan hal ini juga berlaku dalam aspek ketaatan masyakarat terhadap aturan tertentu (hukum), dengan pemahaman terhadap nilai (siri’ na pacce’) ini sangat mempengaruhi masyakarat dalam kehidupan hukumnya.

Siri’ yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis-Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral . Siri’ na Pacce ( Bahasa Makassar ) atau Siri’ na Pesse’ ( Bahasa Bugis ) adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis-Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e ( seperti binatang ). Petuah Bugis berkata : Siri’mi Narituo ( karena malu kita hidup ).
Dengan adanya falsafah dan ideologi Siri’ na pacce/pesse, maka keterikatan dan kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep Siri’ na Pacce/pesse bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.
– IMBASADI Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia

Laporan Aktual

Memilih Kabar Dari Sumber Terpercaya

Muslimah Daily

Allah bersamamu. Tidakkah Allah Cukup Bagimu

Pena Syariah

MENJADI KUMPULAN PENULIS YANG MENERAJUI PENULISAN BERASASKAN SHARIAH MENJELANG TAHUN 2025

Jadikan Viral!

biar semakin rame!

Blog Abu Hudzaifah

Menghidupkan Sunnah Mematikan Bid'ah

Addariny's --- Centre

Meniti Jejak, Para Salafus Sholih yg Bijak

Aisyna haniifah

sibukkanlah dirimu dengan karya yang bisa mengharumkan namamu di hari akhir

bloginismeiga

Ekspresikan Diri dengan Cerita

Perkembangan Islam di Nusantara

merenung Islam masa lalu, merekam Islam masa kini, mereka Islam masa depan

Catatan Cinta Sahaja

AKU BELAJAR DARI KALIAN DAN AKU MENULISKANNYA

Cahyaiman's Blog

A fine WordPress.com site

Ideological Thinker

We write to SPEAK UP

Indonesian Blogwalker

There are far better things ahead than any we leave behind

Draft Corner

A Place for a Dreamer

Perjalanan Panjang

Tentang Hidup, Asa dan Cinta

blognoerhikmat

lihat dengan kata.baca dengan hati

Ariefmas's Weblog

Sejenak Menapak Riuhnya Dunia Maya

Jendela Puisi

serumpun puisi dari hati yang merindu